Lhokseumawe, BAP—Polemik pencairan Surat Perintah Membayar (SPM) untuk sejumlah media di Kota Lhokseumawe kembali mencuat setelah diketahui hingga akhir April 2025, berkas yang telah diajukan belum juga diproses oleh Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD).
Kondisi tersebut memicu keresahan di kalangan rekanan media yang merasa dirugikan oleh lambannya proses pencairan.
Proses pencairan yang belum berjalan ini dikonfirmasi langsung oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPKD Lhokseumawe, Dahniar, S.Sos. Ia menyebutkan, pihaknya menahan pencairan dana karena adanya instruksi dari Wali Kota Lhokseumawe, Sayuti Abu Bakar, agar pembayaran dilakukan secara bertahap.
"Arahan Bapak Wali Kota, pembayaran untuk media dibayarkan 50 persen terlebih dahulu," kata Dahniar kepada wartawan, Selasa 29/4/2025.
Dirinya menjelaskan bahwa pencairan itu baru dilakukan setelah BPKD menerima data pendukung dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
"Saya sudah minta data ke Kadis Kominfo. Insya Allah, jika datanya sudah lengkap, segera kami bayarkan," jelasnya.
Pernyataan tersebut mendapat tanggapan kritis dari Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kota Lhokseumawe–Aceh Utara, Hasanuddin.
Ia mempertanyakan logika koordinasi yang digunakan BPKD, mengingat seluruh berkas SPM telah masuk dan diproses oleh instansi itu sendiri.
"Kalau memang butuh data, seharusnya Plt. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (Kaban BPKD), bisa langsung minta ke bidang verifikasi internal BPKD, bukan dilempar ke Kominfo. Bukankah seluruh dokumen sudah masuk ke BPKD?" pungkas Hasanuddin, sembari menyebut langkah ini berpotensi dianggap sebagai bentuk "lempar tanggung jawab".
Menurut Hasanuddin, kebijakan pembayaran 50 persen yang tidak disertai dasar hukum resmi justru mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Keuangan Daerah.
"Jangan sampai publik menganggap ini sebagai bentuk 'cuci tangan' atas keterlambatan yang terjadi," tuturnya.
Hasanuddin berujar, keterlambatan ini berdampak langsung terhadap kelangsungan operasional media lokal.
Disisi lain SMSI mendesak Pemerintah Kota Lhokseumawe, khususnya Wali Kota, untuk memberikan klarifikasi terbuka terkait landasan kebijakan pembayaran bertahap tersebut.
Hasanuddin menegaskan bahwa setiap kebijakan anggaran yang berdampak pada publik harus didasarkan pada aturan tertulis.
"Transparansi dalam pengelolaan anggaran daerah adalah kewajiban, bukan pilihan. Jangan buat publik berspekulasi karena minimnya informasi resmi," tegasnya.
Disamping itu SMSI meminta BPKD untuk segera bersikap terbuka dan profesional dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
Selain itu sejumlah Pimpinan Media menyatakan bahwa anggaran yang belum cair menghambat aktivitas redaksional yang rutin dan membutuhkan pembiayaan berkelanjutan.
"Kalau administrasi sudah lengkap, kenapa masih ditahan? Ini kan dana publik, bukan uang pribadi," ujar salah satu Pimpinan Media yang enggan disebutkan namanya.
Penundaan yang terus berlanjut, menurut mereka, tidak hanya merugikan pihak media, tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap sistem pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Lhokseumawe. ***
Editor: Istanjoeng